Picture
Indonesia merupakan salah satu di antara sedikit negara di dunia yang memiliki karakteristik sebagai negara multietnik. Di Indonesia diperkirakan terdapat 931 etnik dengan 731 bahasa. Ada etnis yang besar dan ada yang kecil. Etnis besar di Indonesia antara lain: Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bali, Minangkabau, Batak, Dayak, Bugis, dan Cina. Sebagai Negara yang multietnis, tidak hanya bentuk fisik melainkan juga sistem religi, hukum, arsitektur, obat-obatan, makanan, dan kesenian orang Indonesia pun berbeda-beda menurut etnisnya.  > (Artikel Selengkapnya, klik tulisan Read More)

Indonesia juga merupakan sebuah negara yang mempunyai tradisi religi atau agama yang cukup kuat. Ada lima agama besar di Indonesia, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Dalam beberapa tahun ini, setelah tahun 1998, Kong Hu Cu juga mulai kembali berpengaruh di Indonesia. Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-warni. Akan tetapi, jika keragaman itu tidak dikelola dengan baik, konflik akan mudah pecah.

A.  Masalah-masalah Sosial Pemicu Konflik

1. Menguatnya Primordialisme dan Etnosentrisme
Ikatan primodial pada dasarnya berakar pada identitas dasar yang dimiliki oleh para anggota suatu kelompok etnis, seperti tubuh, nama, bahasa, agama atau kepercayaan, sejarah dan asal-usul (Issac, 1993: 48-58). Identitas dasar ini merupakan sumber acuan bagi para anggota suatu kelompok etnik dalam melakukan intreaksi sosialnya. Oleh karena itu, identitas dasar merupakan suatu acuan yang sangat mendasar dan bersifat umum, serta menjadi kerangka dasar bagi perwujudan suatu kelompok etnik. Identitas dasar diperoleh secara askriptif dan tidak mudah untuk mengingkarinya, identitas dasar muncul dalam interaksi social antar kelompok etnik.

Dalam interaksi tersebut para pelaku dari berbagai kelompok etnik akan menyadari bahwa terdapat perbedaan kelompok di antara mereka. Identitas dasar kemudian menjadi suatu pembeda antara berbagai kelompok etnik yang sedang berinteraksi. Identitas dasar merupakan sumber adanya ikatan primodial, suatu ikatan yang lahir dari hubungan-hubungan keluarga atau hubungan darah (garis keturunan), hubungan ras, lingkungan kepercayaan atau keagamaan, serta bahasa atau dialek tertentu. Suatu persamaan hubungan darah, dialek, ras, kebiasaan dan sebagainya yang melahirkan ikatan emosional (Greetz, 1992:3) yang kadang kadarnya berlebihan sehingga dapat menjadi sesuatu yang bersifat destruksif. Ikatan-ikatan tersebut Geerz dapat dianggap sebagai “warisan” dari sifat sosial yang telah ada suatu “kelangsungan yang berkesinambungan” dan sebagian besar merupakan ikatan keluarga, namun lebih dari itu merupakan warisan yang berasal dari kelahiran di tengah-tengah masyarakat beragama tertentu, yang berbicara dalam dialek bahasa tertentu, dan mengikuti praktik-praktik sosial tertentu (Isaacs, 1993:45).Dalam kehidupan sehari-hari identitas dasar suatu kelompok etnik seringkali dimanipulasi (Cohen, 1971). Identitas dasar dapat dinon-aktifkan, diaktifkan, dipersempit dapat dimungkinkan karena identitas dasar itu bukanlah sesuatu yang masih seperti batu melainkan cair, sehingga dapat mengalir dan berkembang dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan.

Kesadaran etnik yang bersumber pada identitas dasar suatu kelompok etnikmerupakan suatu hal yang pasti dialami setiap orang. Identitas dasar ini merupakan sumber terbentuknya ikatan primordial. Ikatan primordial dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk aktivitas hidup manusia. Indonesia telah memulai program desentralisasi yang cukup radikal yang telah menimbulkan banyak permasalahan yang cukup rumit, khususnya tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah, dan juga kemungkinan melebarnya jurang ketimpangan jika kabupaten-kabupaten yang lebih kaya maju sangat pesat, meninggalkan kabupaten-kabupaten lainnya.

2. Ketidakadilan Sosial
Di negara yang sangat besar dan terdiri dari beragam etnis, selalu ada potensi bahaya dimana konflik ketenagakerjaan, pertanahan, atau konflik atas sumber daya alam akan muncul ke permukaan sebagai konflik antar etnis dan konflik antar agama. Ketika pemerintahan Orde Baru runtuh, terbuka format politik baru yang memungkinkan pemunculan kembali berbagai pertikaian yang terjadi di masa lampau. Munculnya berbagai konflik ini akan menimbulkan dampak yang sangat buruk, yaitu menurunnya kepercayaan kepada lembaga-lembaga politik yang akan membahayakan keberlanjutan masa depan reformasi ekonomi Indonesia.

Ketidakadilan social, budaya, dan ekonomi menjadi lapisan subur bagi tumbuhnya konflik. Terbuka kemungkinan berbagai kepentingan dari luar sengaja memanaskan suhu. Namun, ketidakadilan mendorong meletusnya konflik. Agama atau etnik menjadi seringkan digunakan sebagai legitimasi pembenar. Mereka kini menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka, bukan saja hak di bidang politik tetapi juga hak di bidang ekonomi, misalnya atas pangan, kesehatan, atau pekerjaan. Ketika masyarakat menekankan identitas kedaerahan dan identitas etnisnya, mereka tidak sekedar menuntut otonomi atau kebebasan politik yang lebih besar, tetapi mereka juga menyuarakan bahwa sebagian dari hak sosial dan ekonomi dasar mereka belum terpenuhi.

B  Alternatif  Pemecahan Masalah

1. Membangun Hubungan Kekuatan
Dalam masyarakat yang multietnik, pola dan model pergaulan yang etnosentrik dapat berakibat kontraproduktif. Usaha bisnis yang maju pesat dan dikuasai oleh satu kelompok etnis sama seperti menyimpan bom waktu yang pada saat tertentu akan menimbulkan ledakan sosial. Sosialisasi kesadaran multietnik dapat dilaksanakan melalui konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Dari hubungan ini diharapkan mereka semakin saling mengenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan akhirnya dapat bekerjasama dan bersinergi. Kesemuanya ini dapat dipahami sebagai bagian dari peradaban manusia. Proses sosialisasi dimulai dari interaksi social dengan perilaku imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati (Pidarta, 1997:147). Interaksi social akan terjadi apabila memenuhi dua syarat: kontak sosial dan komunikasi. Setiap masyarakat saling berinteraksi satu dengan lainnya, dan saling beradaptasi pada lingkungan secara totalitas. Lingkungan ini mencakup lembaga sosiopolitik masyarakat dan elemen organik lainnya.

Dari hasil interaksi social diharapkan tidak ada strata sosial antaretnik, dan seharusnya ada pembentukan peradaban atau akultrasi antaretnik. Peradaban adalah jaringan kebudayaan. Biasanya setiap budaya memiliki wilayah (Cohen,1970:64). Peradaban itu dapat dibuat melalui saling ketergantungan antaretnik. Saling ketergantungan ini dapat berupa program (kegiatan), dengan adanya kegiatan hubungan kekuatan (power relationships) semakin erat. Kegiatan tersebut dapat berupa: perdagangan, kesenian dan pendidikan. Hubungan kekuatan (HK) dalam bentuk saling ketergantungan akan meningkatkan adaptasi antaretnik, dan dapat menimbulkan peradaban baru. Peradabanitu adalah kebudayaan yang sudah lebih maju (Pidarta, 1997: 158). Bila kebudayaan diartikan cara hidup yang dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat, ini berarti ‘kerjasama’ adalah suatu kebudayaan. Misalnya, kerjasama antar etnik Cina dan Jawa dalam distribusi mobil dapat menciptakan hubungan kekuatan yang kokoh.

2.  Membangun Budaya Toleransi
Istilah budaya toleransi (culture of tolerance) tampaknya belum banyak dikenal dalam wacana sosial-politik Indonesia, karena selama masa otoriter Orde Baru, toleransi menjadi salah satu nilai yang dimobilisasikan dan diintroduksikan secara represif dalam paket ideologi uniformitas Pancasila. Dalam alam militeristik tersebut, setiap gerakan yang berbau keagamaan, kedaerahan, ataupun kesukuan yang eksklusif cenderung dianggap sebagai pembangkangan SARA, dan biasanya ditindak dengan tegas oleh aparat negara. Karena itu, toleransi lebih banyak dipahami sebagai ideologi kaum penguasa dan bukan bagian dari proses kebudayaan masyarakat bangsa. Sejalan dengan berakhirnya masa despotisme Orde Baru, masa-masa romantis ideologi Pancasila juga berakhir. Penataran-penataran P4 di berbagai level dengan bermacam-macam pola pun dihentikan dengan berbagai dampak, baik positif maupun negatif.

Nilai toleransi merupakan salah satu nilai dalam khazanah budaya berpikir positif. Ir. Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Kabinet Indonesia Bersatu baru saja menerbitkan sebuah buku saku berjudul Budaya Berpikir Positif (2005). Menurut Wacik, budaya berpikir positif, ---yakni cara berpikir manusia yang senantiasa melihat sisi positif, optimistik, integratif dan realistik terhadap berbagai permasalahan hidup, sesungguhnya telah hidup dalam kebudayaan setiap etnik di bumi Nusantara ini. "Semakin sering kita berpikir positif, semakin banyak kita memiliki sahabat. Sekat-sekat primordialisme di antara kita akan menjadi semakin menipis. Sebaliknya, semakin sering kita berpikir negatif, semakin banyak pula kita memiliki musuh.

3.  Pendidikan
Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya dan beradab. Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah social dan melalui pendidikan masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti reformasi budaya dengan melalui pendidikan reformasi dapat dijalankan, terutama reformasi budi pekerti, reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan reformasi nasionalisme (NKRI). Pendidikan yang dinginkan masyarakat ialah proses pendidikan yang bias mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat diterapkan adalah cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Sekolah dapat dijadikan sarana pembauran multietnik. Guru harus membina siswa agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab dengan sesama teman dari berbagai latar belakang etnik. Proses pembelajaran di kelas multietnik dapat menghasilkan peradaban baru sesuai dengan harapan reformasi. Untuk ini, harud disusun kembali hal-hal yang menyangkut teori, model, strategi pengajaran multietnik sebagai sarana menjalankan reformasi pendidikan dan kebudayaan.



Leave a Reply.

    Archives

    July 2013

    Categories

    All


Protected by Copyscape ○○○○○○○ Copyright © 2013, Madatantra. All Rights Reserved. ○○○○○○○ Our lawyer isn't afraid to take action against copyright violators